IKLAN;
IKLaN
Pembicaraan
mengenai ulum al-Qur’an akan menjadi bahasan yang menarik kita kaji
dalam makalah ini, sebagai makalah perdana dalam Mata Kuliah Ulum
al-Qur’an. Makalah ini tentunya masih membahas secara global mengenai
apa itu ulum al-Qur’an, kenapa ulum al-Qur’an itu ada, siapakah tokoh
sejarah yang berjasa dalam pengembangan ulum al-Qur’an, apa saja objek
yang akan dibahas dalam ulum al-Qur’an, serta bagaimana mengaflikasikan
ulum al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari sebagai praktisi pendidikan
di sekolah.Baca Juga Makalah PAI Lengkap By Akhmad Khaerudin
B. Pokok Bahasan
1. Pengertian ‘Ulum al-Qur’an
Kata
ulum al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata ulum dan
al-Qur’an. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari ilmu yang secara
etimologis berarti ilmu-ilmu [[1].] Menurut Manna’ al-Qaththan, ‘Ulûm
merupakan bentuk jama dari ‘Ilmu yang berarti al -fahmu wa al-Idrâk
berarti faham dan dan menguasai. Kemudian arti kata ini berubah menjadi
permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara
ilmiah.[2] Al-Qur’an secara etimologis diambil dari قرا يقرا قران
sewajan dengan kata فعلا ن berarti, bacaan. Dalam pengertian ini
kata قران berarti مقروء yaitu isim maf’ul ( objek ) dari قرا
.[[3]] Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Qiyamah
(75): 17-18:
Artinya,”Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka
ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamah : 17-18).
Sedangkan al-Qur’an secara terminologis terdapat beberapa pengertian sebagaimana di tuliskan Ash-Shidiqie sebagai berikut :[4]
o Ahli Ushul Fikih menyatakan Al-Qur’an adalah nama bagi keseluruhan Al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya.
o
Ahli ilmu kalam menyatakan Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat ghaib yang
azali sejak dari awal al-Fatihah sampai akhir an-Nas , yaitu
lafaz-lafaz yang terlepas dari sifat kebendaan, baik secara dirasakan,
dikhayalkan ataupun lain-lainnya yang tersusun pada sifat Allah yang
qadim.
o
As-Syuyuthy dalam kitab Al-Itman, Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Muhammad yang tidak dapat ditandingi oleh yang
menantangnya walaupun sekedar satu ayat saja, dan merupakan ibadah bagi
yang membacanya.
o
Asy-Syaukani dalam Al-Irsyad, Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Muhammad yang ditilawahkannya dengan lisan lagi
mutawatir penukilannya.
Dengan
melihat beberapa pengertian tentang Al-Qur’an, penulis menyimpulkan
bahwa Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada
Muhammad Saw yang membacanya merupakan ibadah. Hal ini dengan dasar
Al-Qur’an merupakan informasi yang langsung dari Allah dan diberikan
kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu Allah yang diberikan kepada selain dia
tidak disebut Al-Qur’an, seperti kepada Nabi Musa disebut kitab Taurat.
Membacanya merupakan ibadah sebagai pembeda antara Al-Qur’an dengan
Al-Hadis, karena hadis keluar dari Nabi, tetapi membacanya tidak
termasuk ibadah.
Sedangkan pengertian ‘Ulum al-Qur’an dapat dikaji dari berbagai sumber para ahli ulum Al-Qur’an:
1. Menurut Manna’ al-Qaththan , [[5]]
العلم
الذي يتناول الا بحاث المتعلقة بالقران من حيث اسباب وجمع القران
وترتيبه ومعرفة المكى والمدنى والناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشبه الى
غير ذلك مما له صلة بالقران
Artinya:
“Ilmu
yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an,
dari sisi informasi tentang asbab an-nuzulnya, kodifikasi dan tertib
penulisan al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat
yang diturunkan di Madinah dan hal-hal yang berkaitan dengan al-qur’an”.
2. Menurut Az-Zarqani:[[6]] Baca Juga Makalah PAI Lengkap By Akhmad Khaerudin
مباحث تتعلق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيتبه وجمعه وكتابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشبه عنهونحو ذلك
Artinya:
“Beberapa
pemnahasan yang berkaiatan dengan al-Qur’an dari sisi turun, urutan
penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh mansukh, dan
penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnnya, serta
hal-hal lain.”
3. Menurut Abu Syahbah.[[7]]
علم
ذو مباحث تتعلق بالقران الكريم من حيث نزوله وترتيبه وكتابته وجمعه
وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخهومحكمه ومتشابهه الى غير ذلك
من المباحث التي تذكرفى هذاالعلم
Artinya:
“
Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan
dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan,
kodifikasi,cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh mansukh,
muhkam mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain”.
Pengertian
ulum dan Al-Qur’an jika digabung menjadi ulum Al-Qur’an , maka secara
etimologi adalah segala ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an. Dengan
pengertian ulum Al-Qur’an secara etimilogi, maka akan tercakup di
dalamnya berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan
al-Qur’an,seperti ‘Ilmu Tafsir al-Qur’an, Ilmu Qiraat, Ilmu Rasm
al-Qur’an, ilmu I’jâz al-Qur’an, ilmu Asbâb an-Nuzûl, ilmu Nâsikh wa
al-Mansûkh, ilmu I’râb al-Qur’an, ilmu Ghârib al-Qur’an, Ulûm ad-Din,
ilmu Lughah dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut merupakan sarana dan cara
untuk memahami al-Qur’an. Ulum al-Qur’an ini sering juga disebut ushul
al-Tafsir (dasar-dasar tafsir ), karena membahas beberapa masalah yang
harus dikuasai seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan
al-Qur’an.[[8]]
Kemunculan
istilah ulum al-Qur’an ini pertama kali ada pada Abad V Hijriyah oleh
al-Hufi yang wafat 430 Hijriyah, sebagaiman dikutif oleh Rosihan Anwar.
Sedangkan menurut Subhi Shalih istilah ulum al-Qur’an sudah ada semenjak
abad III H ketika Ibnu al-Marzuban menulis kitab yang berjudul al-Hawi
fî ‘Ulûm al-Qur’ân.[[9]]
Sedangkan
menurut penulis dengan melihat dan mengkaji pengertian ulum al-Qur’an
baik secara etimologi maupun terminologi, maka ulum al-Qur’an adalah
segala ilmu Diniyah dan Arabiyah yang erat kaitan dengan intisari
ajaran al-Qur’an baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan,
asba an-Nuzul, nasikh mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai
sanggahan terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Qur’an
baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek
pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau
berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan aspek keperluan
membahas al-Qur’an.
Ulum
al-Qur’an ini akan berkembang sesuai perkembangan waktu yang semakin
kompleks dan global. Ulum al-Qur’an ada karena perkembangan masalah yang
berhubungan dengan al-Qur’an baik dari sisi riwayah mapun dirayahnya.
Hal ini tidak terlepas dari fungsi al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat
Islam.
Maka
sebagai pedoman hidup dari segi al-Qur’annya tidak bertambah, akan
tetapi dari segi sarana yang dapat membantu memahami al-Qur’an semakin
hari semakin berkembang. Contoh ketika Al-Qur’an masih berada di
kalangan bangsa Arab, al-Qur’an masih berupa tulisan yang tidak
dilengkapi sakal. Padahal sakal ini sangat dibutuhkan bagi kalangan non
Arab, untuk membantu cara membaca, memahami al-Qur’an supaya tidak
keliru.
Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tujuan mempelajari ulum al-Qur’an ini adalah antara lain sebagai berikut:
a.
Memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’ baik mengenai
keyakinan atau I’tiqad , amalan, budi pekerti maupun lainnya.
b. Memudahkan umat Islam dalam membaca, memahami kandungan al-Qur’an.
c. Mengurangi perbedaan pemahaman-pemahaman yang prinsipil.
d. Menggali kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an
e. Menguatkan keimanan dan solidaritas terhadap ajaran al-Qur’an.
f. Menjelaskan kelebihan-kelebihan al-Qur’an sebagai wahyu Allah bila dibandingkan dengan kitab suci lainnya.
g. Mempersenjatai diri dari serangan yang melemahkan al-Qur’an dari waktu ke waktu.
2. Objek Pembahasan Ulum al-Qur’an
Dengan
menganalisa pengertian ulum al-Qur’an baik secara etimologi maupun
terminologi maka tergambarlah objek yang akan menjadi kajiannya. Secara
garis besar objek kajiannya disimpulkan oleh Hatta Syamsuddin, Lc,
dalam Modul Ulum al-Qur’an sebagai berikut:[[10]]
a.
Sejarah dan perkembangan ulum al-Qur’an, meliputi rintisan ulum
al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw, sahabat, tabi’in, tabi it-tabi’in,
dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan
karangannya di bidang ulum al-Qur’an di setiap zaman dan tempat.
b.
Pengetahuan tentang al-Qur’an, meliputi makna al-Qur’an, karakteristik
al-Qur’an, nama-nama al-Qur’an, wahyu turunnya al-Qur’an, Ayat Makkiyah
dan Madaniyah, asbab an-nuzul, dan sebagainya.
c.
Metodologi penafsiran al-Qur’an, meliputi pengertian tafsir dan
takwil, syarat-syarat mufassir dan adab-adabnya, sejarah dan
perkembangan ilmu tafsir, kaidah-kaidah dalam penafsiran al-Qur’an,
muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khas, nasikh wa mansukh, dan sebagainya.
3. Ruang lingkup pembahasan ulum al-Qur’an
Ulum
al-Qur’an mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas, meliputi semua
ilmu yang ada kaitan dengan al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu diniyah
seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti balaghah dan
ilmu I’rabi al-Qur’an.
Di
samping itu masih banyak ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam
kitab al-Itqan, Assuyuthi menuliskan cabang ulum al-Qur’an ada 80, di
mana tiap-tiap cabang terdapat beberapa cabang ilmu
lagi.[[11]]Sedangkan menurut Abu Bakar Ibnu al-Araby,yang dikutif
Muhammad Abu al-Fadhil Ibrahim, dalam kitab al-Burhân fî ‘Ulûm
al-Qur’ân, Az Zarkasyi , cabang ulum al-Qur’an terdiri dari 77.450
cabang ilmu.[[12]] Hal ini berdasarkan kepada jumlah kata yang terdapat
dalam al-Qur’an dikalikan empat baik makna dzahir, bathin, terbatas dan
tidak terbatas. Perhitungan ini jika ditinjau dari sudut mufradatnya,
adapun jika dilihat dari maknanya maka tidak akan terhitung jumlahnya.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Qur’an Surat al-Kahfi: 109:
Artinya”Katakanlah:
sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.[13]
Ruang
lingkup ulum al-Qur’an ini berkembang dan semakin kompleks sesuai
dengan kebutuhan yang perlu segera diselesaikan dalam pembahasan yang
berkaitan dengan al-Qur’an. Akan tetapi dalam perkembangannya, ulum
al-Qur’an selalu berpegang kepada sumber-sumber dasar hukum Islam
sebagai berikut:
a. Al-Qur’an al-Karim
Al-Qur’an
terkadang memuat ayat yang global, akan tetapi dijelaskan secara
terperinci pada ayat lainnya baik membatasi atau mengkhususkannya,
inilah yang disebut tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an.
b. Nabi Muhammad Saw.
Beliau
yang bertugas menjelaskan al-Qur’an. Karena itu wajar jika para sahabat
bertanya kepada beliau ketika mendapakan kesulitan dalam memahami
sesuatu ayat. Di antara kandungan ayat al-Qur’an terdapat ayat yang
tidak dapat diketahui takwil kecuali penjelasan Rasulullah Saw, misalnya
rincian tentang perintah shalat.
c. Para Sahabat
Para
sahabat merupakan orang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan
oleh Rasulullah Saw. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari
Rasulullah Saw cukup menjadi acuan dalam pengembangan ilmu-ilmu
al-Qur’an.
d. Pemahaman dan Ijtihad
Apabila
para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam al-Qur’an dan tidak pula
mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah
Saw, dan banyak perbedaan di kalangan para sahabat, maka mereka
melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Hal ini
mengingat mereka adalah orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa
Arab, dan mengetahui dengan baik aspek-aspek yang ada di dalamnya.
Sedangkan
ruang lingkup ulum al-Qur’an ini bila ditinjau dari segi pokok
bahasannya secara garis besar terdapat dua kelompok besar yaitu:
a)
Ilmu Riwayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata,
seperti yang membahas tentang macam-macam qiraat, tempat turun ayat-ayat
al-Qur’an, waktu-waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
b)
Ilmu Dirayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu
yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami
lafaz yang gharib serta mengetahui ayat-ayat yang berhubungan dengan
hukum.[[14]]
Hasby
lebih memerinci tentang ruang lingkup ulum al-Qur’an yang secara garis
besar terdiri dari persoalan sebagai berikut:[[15]]
a)
Persoalan turunnya al-Qur’an,(nuzûl al-Qur’ân) yaitu pembahasan
menyangkut tempat dan waktu turun ayat al-Qur’an, sebab-sebab turun dan
sejarah turun al-Qur’an.
b)
Persoalan sanad ( Rangkaian para Periwayat), yaitu pembahasan
menyangkut sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk qiraat nabi, para
periwayat dan para penghapal al-Qur’an dan cara tahammul ( penerimaan
riwayat).
c)
Persoalan qiraat ( cara pembacaan al-Qur’an), yaitu pembahasan yang
menyangkut waqaf, ibtida, imalah, mad, takhfif hamzah, idgham.
d)
Persoalan kata-kata al-Qur’an, yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz
al-Qur’an seperti gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah
dan tasybih.
e)
Persoalan makana-makna al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum, yaitu
pembahasan yang menyangkut ‘âmm, khâss, nash, zhahir, mujmal,
mufashshal, manthûq, mafhûm, mutlâq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih,musykil, nasikh mansukh.
f)
Persoalan makna al-Qur’an yang berkaitan dengan kata-kata al-Qur’an,
yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz yaitu fashal, washal, ijaz,
ithnab, musawah, dan qashr.
Dengan
melihat ruang lingkup kajian ulum al-Qur’an baik dari yang sederhana
sampai yang terperinci maka akan terlahir berbagai cabang disiplin ulum
al-Qur’an, dan pada suatu waktu tidak menutup kemungkinan akan timbul
perkembangan baru disiplin ulum al-Qur’an yang pada generasi sebelumnya
belum ditemukan.
Diantara cabang ulum al-Qur’an menurut Hasby Ash-Shiddiqie yang dikutif Rosihan Anwar sebagai berikut:[[16]]
1) Ilmu Mawâthin al-nuzûl, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya,
2)
Ilmu Tawârikh al-Nuzûl, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan
masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun
hingga akhirnya dan tertib surat dengan sempurna.
3) Ilmu Asbab al-Nuzûl, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat.
4) Ilmu Qirâat, yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa qiraat ( bacaan yang diterima dari Rasulullah Saw).
5) Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
6)
Ilmu Ghârib al-Qur’ân yaitu, ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang
ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat
dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata
yang halus, tinggi dan pelik.
7) Ilmu I`râb al-Qur’ân yaitu ilmu yang menerangkan baris al-Qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat).
8)
Ilmu Wujûh al-Nazhâir, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur’an
yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu
tempat.
9)
Ilmu ma’rifat al-Mukham wa al-Mutasyâbih, yaitu ilmu yang menyatakan
ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap mutasyabih.
10) Ilmu al-Nâsikh wa al-Mansûkh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
11)
Ilmu Badai`u al-Qur’ân, yaitu ilmu yang membahas keindahan-keindahan
al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan kesusasteraan al-Qur’an, kepelikan dan
ketinggian balaghahnya.
12) Ilmu I’jaz al-Qur’ân, yaitu ilmu menerangkan kekuatan susunan tutur al-Qur’an, sehingga dipandang sebagai mukjizat.
13) Ilmu Tanâsub ayat al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
14) Ilmu Aqsâm al-Qur’ân, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah yang terdapat dalam al-Qur’an.
15) Ilmu Amsâl al-Qur’ân, yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an.
16)
Ilmu Jidâl al-Qur’ân, yaitu ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang
dihadapkan al-Qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
17)
Ilmu Adab al-Tilâwah al-Qur’ân, yaitu ilmu yang mempelajari segala
bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca
al-Qur’an, serta segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus
dijaga ketika membaca al-Qur’an.
Cabang-cabang
ulum al-Qur’an ini tidak terlepas dari faktor sejarah yang membentuknya
dalam kurun waktu yang berlangsung lama. Tidak menutup kemungkinan
cabang-cabang dari ulum al-Qur’an akan bertambah dari waktu ke waktu
seiring dengan perkembangan-perkembangan spesifikasi ilmu yang membahas
al-Qur’an.
Aspek
yang menjadi cabang Ulum al-Qur’an sangat banyak dan selalu berkembang
seperti dalam kitab al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’an karangan Badr al-Din
al-Zarkasyi menyebut ada 74 ilmu.[17] Sedangkan al-Suyuthi dalam kitab
al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân menyebutkan lebih dari 100 cabang
ilmu.[[18]]
1) ‘Ilmu asbâb al-Nuzûl ( ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an)
2) ‘Ilmu I’jâz al-Qur’ân ( ilmu tentang kemukjizatan al-Qur’an)
3)
‘Ilmu nâsikh wa al-Mansûkh ( Ilmu tentang ayat yang menghapus hukum
ayat lain dan ayat yang dihapuskan hukumnya oleh ayat lain).
4) ‘Ilmu ahkâm al-Qur’ân ( ilmu tentang hukum-hukum al-Qur’an).
5) ‘Ilmu Fadhâil al-Qur’an ( Ilmu tentang keutamaan-keutamaan al-Qur’an).
6) ‘Ilmu Ta’wil al-Qur’an ( ilmu tentang takwil al-Qur’an )
7) `Ilmu Muhkâm wa al-Mutasyâbih ( Ilmu tentang ayat-ayat yang jelas dan yang samar).
8)
Târikh al-Qur’an wa al-Tadwînih wa naskhih wa kuttâbih wa ras,ih (
sejarah al-Qur’an, pembukuannya, salinannya, penulis-penulisnya dan
bentuk tulisannya).
9) `Ilmu I`râbal-Qur’ân (ilmu tentang tatabahasa al-Qur’an).
10) `Ilmu al-Qirâ’at ( ilmu tentang bacaan-bacaan al-Qur’an).
11) `Ilmu Munâsabah ( ilmu tentang sistematika al-Qur’an).[[19]]
4. Sejarah Timbulnya Ulum al-Qur’an
Substansi
ulum al-Qur’an apabila dilihat dari sejarah sudah ada sejak masa Nabi
Muhammad Saw. Keterangan yang beliau berikan kepada para sahabat secara
langsung mengenai wahyu yang diterima merupakan bagian dari materi ulum
al-Qur’an. Namun ulum al-Qur’an sebagai disiplin ilmu yang berdiri
sendiri lahir pada abad ke-3 Hijriyah, ini pun masih diperdebatkan
tergantung pada kitab yang dirujuk sebagai karya pertama dalam bidang
ulum al-Qur’an. Hal ini tentu membutuhkan fakta sejarah berupa kitab
yang membahas ulum al-Qur’an secara langsung.
Istilah
ulum al-Qur’an dengan arti yang lengkap baru lahir pada abad ke-5
Hijriyah, setelah seorang ulama bernama Ali Ibn Ibrahim ibn Said yang
dikenal sebagai Al-Hufi, menyusun kitab setebal tiga puluh jilid yang
bernama Al-Burhan fi ulum al-Qur’an. Beliau wafat pada tahun 330
Hijriyah. Kitab ini membahas tentang lafal-lafal yang gharib tentang
I’rab dan tafsir. Di dalam kitabnya pengarang membicarakan ayat-ayat
Al-Qur’an menurut tertib mushaf. Kemudian dia membahas secara terperinci
dengan judul tersendiri pula. Judul yang umum disebut dengan al-Qaul,
seperti al-Qaul fi Qaulihi Azza wa jalla, al-Qaul fi al-I’rab, al-Qaul
fi ma’na wa al-tafsir, al-Qaul fi al-Waqfi wa al-tamam, al-Qaul fi
al-Qiraat. Karya al-Hufi ini dianggap telah memenuhi standar ulum
al-Qur’an, karena cabang-cabang ulum al-Qur’an sudah dibahas di buku
tersebut.[[20]]
Akan
tetapi sebelum terbit kitab yang bernama ulum al-Qur’an tersebut dapat
dilihat juga beberapa karakteristik yang mengarahkan pembahasan tentang
ulum al-Qur’an baik yang tersirat maupun yang tersurat. Hal ini
berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat Islam dari mulai yang
sederhana pada zaman Rasulullah Saw sampai Islam mengalami perkembangan
yang pesat ke seluruh benua di dunia ini.
Sejarah perkembangan ulum al-Qur’an ini dibagi kepada beberapa periode sejarah sebagai berikut:
Menurut
Dr. Rosihan Anwar, sejarah perkembangan Ulum al-Qur’an dibagi ke dalam
dua periodisasi besar yaitu qabl `ashr at-Tadwîn ( fase sebelum
kodifikais ) dan fase kodifikasi. Lebih lanjut ia menjelaskan fase
sebelum kodifikasi dimulai sejak masa Nabi Saw masuh ada sampai abad I
Hijriyah di mana Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan kepada Abu
Aswad ad-Du’ali untuk menuliskan ilmu nahwu. Sedangkan fase kodifikasi
dimulai dari masa setelah perintah Ali bin Abi Thalib tersebut kepada
Abu Aswad ad-Du’ali yang semakin berkembang pada masa Bani Umayah dan
Bani Abbasiah.[[21]]
a. Qabl `Ashr At-Tadwîn ( Fase Sebelum Kodifikais ) / Periode abad pertama: pertumbuhan cikal bakal ulum al-Qur’an
Pada
masa Rasulullah Saw, para sahabat dapat merasakan keindahan uslub-uslub
bahasa Arab yang tinggi dan memahami ayat-ayat yang terang dan jelas
pengertiannya yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Apabila terjadi
kemusykilan, mereka segera bertanya kepada beliau, dan beliau langsung
menjawabnya. Para sahabat pada saat itu tidak merasa perlu untuk
menuliskan dalam ilmu-ilmu al-Qur’an karena segala permasalahan yang
berhubungan dengan pemahaman, bacaan, maksud dan segala hal yang
berhubungan dengan Al-Qur’an dapat ditanyakan langsung kepada Beliau.
Hal ini juga didukung karena pada saat itu alat-alat tulis tidak mudah
mereka peroleh. Selain itu juga pada masa Rasulullah Saw ada larangan
untuk menuliskan apa yang mereka dengar dari Beliau selain dari
Al-Qur’an, karena beliau khawatir akan bercampur antara Al-Qur’an dengan
yang bukan Al-Qur’an.[[22]]
Kondisi
masyarakat Islam pada masa Rasulullah Saw masih sederhana, dimana Islam
masih seputar Makkah dan Madinah, sehingga problematika masyarakat
tentang Al-Qur’an belum banyak mengalami kendala yang berarti. Hal ini
akan berbeda jika Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia,
kebutuhan akan penjelasan, tatacara membaca maupun hal-hal lainnya akan
berkembang menjadi semakin kompleks, karena semakin luas suatu wilayah
akan terdapat keaneka ragaman budaya, yang akan menimbulkan
perbedaan-perbedaan pemahaman tentang Al-Qur’an.
Pada
masa Rasulullah Saw dalam banyak hal beliau memberi keterangan kepada
para sahabat tentang makna ayat atau keterangan lain menyangkut
al-Qur’an dan mengajarkan segala sesuatu yang belum diketahui para
sahabat. Karena itu selama Nabi masih hidup, para sahabat menerima
pengajaran secara langsung dan belum ada kebutuhan untuk menuliskan
tentang ilmu al-Qur’an.[[23]]
Seperti
pada ayat-ayat berikut Nabi menjelaskan penafsiran al-Qur’an Surat
al-Fatihah ayat 7 berdasarkan riwayat Ahmad, Tirmidzi dari ‘Adi ibn
Hayyan:
ان المضوب عليهم : هم اليهود. وان الضالين : هم النصارى
Artinya:
“ yang dimaksud orang-orang yang dimurkai Allah adalah orang-orang
Yahudi, sedangkan yang dimaksud orang-orang tersesat adalah orang-orang
Nasrani”.[[24]]
Begitu juga ketika turun Surat al-An’âm ayat 82:
Menurut
hadits Buhari Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ketika ayat
tersebut turun para sahabat bertanya kepada Nabi tentang arti Zhulm,
Nabi menjawab dengan membaca Surat Luqman ayat 13.
Maka yang dimaksud zhulum dalam surat al-An’am adalah musyrik.[[25]]
Pada masa Nabi belum ada kebutuhan menuliskan Ilmu al-Qur’an dengan alasan sebagai berikut:[[26]]
1) Pada umumnya para sahabat termasuk bangsa Arab yang memiliki daya hafal sangat kuat.
2) Sebagian besar para sahabat termasuk buta aksara.
3) Alat tulis pada saat itu tidak mudah didapat.
4)
Rasulullah melarang sahabat menulis sesuatu yang bukan al-Qur’an, yang
dijelaskanpara ahli hadits jika menulis bersamaan dengan dengan
menuliskan al-Qur’an.
Pada
masa Abu Bakar ra. dan Umar ra. Al-Qur’an disampaikan dengan jalan
talqin dan musyafahah dari mulut ke mulut .[[27]] Sedangkan pada masa
Usman bin Affan, Islam sudah semakin luas dan berkembang ke luar bangsa
Arab, sehingga timbul bahasa-bahasa arab dan selain arab ( azam),
ditambah lagi para penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat sudah
banyak yang gugur di medan perang dalam perluasan dan penyebaran Islam.
Percekcokan dialek cara membaca Al-Qur’an sudah mulai ditemukan, Usman
mengambl tindakan mengumpulkan para penghafal Al-Qur’an dan segera
membentuk panitia penulisan Al-Qur’an dengan menunjuk sekretaris
Rasulullah yaitu Zaid bin Sabit menjadi ketua panitia pembukuan
Al-Qur’an.
Pembukuan
Al-Qur’an pada masa Usman ini dimotivasi karena banyak terjadi
perselisihan di dalam cara membacanya, pada saat itu sudah berada pada
titik umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya terjadi
perselisihan di antara mereka. Usman memutuskan dalam penulisan
Al-Qur’an memperhatikan tulisan yang mutawatir, mengabaikan ayat yang
bacaannya dinaskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di hadapan
nabi pada saat-saat terakhir, kronologis surat dan ayatnya seperti yang
telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf abu bakar, system
penulisan yang dugunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafaz-lafaz Al-Qur’an ketika diturunkan, dan semua yang bukan
termasuk Al-Qur’an dihilangkan.
Setelah
proses pembukuan Al-Qur’an yang dikenal dengan mushaf Usmani atau
Al-Mushaf, kemudian diperbanyak dan segera dikirim ke kota-kota besar
yang penduduknya sudah menganut agama Islam, salah satu mushaf di simpan
di kediaman Usman yang kemudian dikenal dengan Mushaf Al-Imam.
Sedangkan naskah asli Al-Qur’an yang sebelumnya disimpan di rumah
Hafsah, salah seorang janda dari Rasulullah Saw diperintahkan untuk
dibakar untuk menghindari perbedaan-perbedaan mengenai Al-Qur’an yang
lebih krusial lagi. Usman melarang membaca Al-Qur’an yang tidak
bersumber dari Al-Mushaf tersebut. Tindakan Usman ini merupakan awal
perkembangan ilmu rasm al-Qur’an.
Istilah
rasm Al-Qur’an atau rasm usmani adalah tatacara menuliskan Al-Qur’an
yang ditetapkan pada masa khalifah Usman bin Affan. Istilah ini lahir
bersamaan dengan lahirnya mushaf usmani yang ditulis oleh panitia empat
yang terdiri dari Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash
dan Abdurahman bin Al-Haris. Mushaf usmani ini menggunakan kaidah
al-hadzf ( membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf), al-Ziyadah (
penambahan), al-Hamzah (salah satu kaidahnya berbunyi apabila hamzah
berharakat sukun,ditulis dengan huruf yang berharakat yang sebelumnya),
badal ( pengganti), washal dan fashal ( penyambungan dan pemisahan), dan
kata yang dapat dibaca dua bunyi ditulis dengan menghilangkan alif.
Pada
Masa pemerintahan Ali ra., beliau memerintahkan Abu Aswad ad-Dualy (
wafat 69 H.) membuat beberapa kaidah untuk memelihara keselamatan bahasa
Arab sebagai I’rab al-Qur’an. Maka dapatlah dikatakan bahwa Ali ra.
merupakan tokoh pertama yang berjasa dalam peletakan ulum al-Qur’an di
bidang I’rab al-Qur’an.[[28]]
Tokoh-tokoh ilmu yang merintis ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad I sebagai fase qabla Tadwin adalah sebagai berikut:[[29]]
1)
Dari kalangan sahabat : Khulafa ar-Rasyidin, Ibnu Abbas,Ibnu
Mas’ud,Zaid ibnu Sabit, Ubay ibnu Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah
ibnu Zubair.
2)
Dari kalangan tabi`in: Mujahid, ‘Atha bin Yassar, Ikrimah, Qatadah,
al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Zubair, Zaid bin Aslam.
3) Dari kalangan ‘atba’ tabi’in : Malik bin Anas.
Maka
peletakan dasar ulum al-Qur’an yang sudah berkembang pada abad I
Hijriyah adalah dengan cara disampaikan melalui talqin antara
lain:[[30]]
1) Ilmu Tafsir
2) Ilmu Asbab an-Nuzul
3) Ilmu al-Makky wa al-Madany
4) Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
5) Ilmu gharib al-Qur’an
Banyak
riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah
bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka
tidak berarti merupakan sudah tafsir al-Qur’an yang sempurna. Tetapi
terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih
samar dan penjelasan apa yang masih global.[[31]]
Peranan
Tabi’in dalam penafsiran Al-Qur’an & Tokoh-tokohnya Mengenai para
tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu
ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau
melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka
, masing-masing sebagai berikut :
o
Murid ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah: Sa’id bin ubair,
Mujahid, Ikrimah bekas sahaya ( maula ) ibnu Abbas, Tawus bin kisan al
-Yamani dan A’ta’ bin abu Rabah.
o Murid ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’b al Qurazi.
o
Murid Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : ‘Alqamah bin Qais,
Masruq al-Aswad bin Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan al- Basyri dan Qatadah
bin Di’amah as Sadusi.[[32]]
Yang
diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil
Qur’an,ilmu asbâb al-nuzûl, ilmu Makki wa al-madani dan imu nasikh dan
mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara
didiktekan.
b. Masa Tadwin (Kodifikasi)
1) Abad II Hijriyah
Pada
abad ke dua, ulum al-Qur’an berkisar di sekitar tafsir al-Qur’an yang
lebih dikenal sebagai kodifikasi pendapat-pendapat dari para sahabat dan
tabi’in. Pada abad ini para ulama memberikan prioritas perhatian kepada
ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-Ulum ( induk ilmu-ilmu
al-Qur’an). Di antara beberapa ulama terkenal pada abad ini adalah
sebagaiman ditulis Manna al-Qaththan adalah: Yazid bin Harun al-Silmi (
wafat 117 H), Syu’bah ibnu Hajjaj ( wafat 160 H), Waqi’ bin Jarh
(wafatb198 H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H ), Abdu al-Razaq bin
Hamam ( wafat 211 H). Akan tetapi ulama-ulama tersebut menafsirkan
al-Qur’an berdasarkan hadis yang mereka terima. Namun sayang kitab
tafsir mereka tidak sampai ke tangan kita.[ [33]]
Kemudian
setelah itu muncullah salah satu tokoh terkenal ahli tafsir pada saat
itu adalah Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310 Hijriyah)[34].
Tafsirnya berkisar seputar tafsir bi al-masyur atau tafsir bi al-manqul
dengan meliputi riwawat-riwayat yang shahih, I’rab, istinbath, dan
pendapat para ulama. Setelah itu baru mulai ada ulama yang menafsirkan
bi al-ra’yi.[[35]]
2) Abad III Hiriyah
Pada
abad ke Tiga Hijriyah, di antara ulama yang terkenal pada abad ke ini
adalah Ali bin al-Madiny Syaikh al-Bukhari (wafat 234 Hijriyah) yang
mengarang tentang Asbâb al-nuzûl, Abu Ubed al-Qasim bin Salam (
wafat 224 Hijriyah) mengarang tentang al-Nasikh wa al-Mansukh, dan
al-Qira’at, Ibnu Qutaibah ( wafat 276 Hijriyah) mengarang tentang
Musykil al-Qur’an, Muhammad ibn Ayyub adh-Dhiris (wafat 294 H) tentang
ilmu Ma Nuzilla bi al-Makkah wama Nuzzila bi al-Madina.[[36]]
3) Abad IV Hijriyah
Pada
abad ke-4 Hijriyah, diantara kitab ulum al-Qur’an berkisar di sekitar
pokok bahasan asbâb al-nuzûl, ilmu nasikh wa al-mansukh, ilmu ma Nuzzila
bi al-makkah wama Nuzzila bi al-Madina. Tokoh-tokoh ulama yang menyusun
kitab tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Muhammad ibnu Khalaf ibn al-Marzuban (wafat 309 H), mengarang kitab al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur’an.
b) Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbary (wafat 328 Hijriyah) mengarang kitab ‘Ulum al-Qur’an.
c) Abu Bakar al-Sijistani ( wafat 330 Hijriyah) mengarang kitab Gharib al-Qur’an.
d)
Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (wafat 360 H),
kitabnya bernama Nuqat al-Qur’an ad-Dallat ‘al al-Bayan fi anwa’
al-‘ulum wa al-ahkam al-minbi’at ‘an ikhtilaf al-anam.
e) Muhammad Ali al-Adfuwy (wafat 388 Hijriyah), mengarang kitab al-Istighna fi ‘Ulum al-Qur’an.[[37]]
f) Abu Hasan al-Asy’ary ( wafat 324 H), kitabnya bernama Al-Mukhtazan fi ulum al-Qur’an.
4) Abad V Hijriyah
Diantara kitab dan tokoh pengarangnya pada abad ke-5 adalah sebagai berikut:
a) Abu Bakar al-Baqilany ( wafat 403 Hijriyah), mengarang kitab I’jaz al-Qur’an.
b) Al –Mawardy ( wafat 450 Hijriyah ) mengarang kitab amsal al-Qur’an.
c)
Abu Amar al-Dany ( wafat 444 Hijriyah), kitabnya bernama al-Taisir bi
al-Qira’at al-Sabi’I dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqath.
d)
‘Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi (wafat 430 Hijriyah) mengarang kitab
I’rab al-Qur’an, dan al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.[[38]]
Pada
abad ke lima inilah dijadikan sebagai abad ditemukannya kitab ulum
al-Qur’an sebagi disiplin ilmu, jika berpedoman kepada kitab al-Burhan
fi ‘Ulum al-Qur’an yang dikarang al-Hufy sebanyak 30 jilid, yang
ditemukan seorang ulama, Syeikh al-Zarqani yang dikutif Manna
al-Qathtan sebagai berikut,” Pembahasan ulum al-Qur’an secara menyeluruh
dan lengkap dalam sebuah kitab diungkapkan oleh Syeikh Muhammad ‘Abdu
al-Azim Al-Zarqany dalam kitab Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an
yang ditemukan di sebuah perpustakaan Mesir ,dengan penulis Ali Ibrahim
ibn Sa’id yang dikenal al-Hufy dengan nama kitab al-Burhan fi ulum
al-Qur’an sebanyak 30 jilid, 15 jilid ditemukan tidak beraturan dan
kurang berkaitan. Penulis menyusun ayat-ayat al-Qur’an kemudian
dilengkapi dengan ulum al-Qur’an yang dibahas secara tersendiri, baik
dari segi makna, tafsir bi al- ma’sur maupun bi al-ma’qul, segi waqaf
dan tamam serta dari segi qira’at. Maka al-Hufi dianggap sebagai
pendiri pertama Ulum al-Qur’an sebagai disiplin ilmu yang spesifik,
beliau wafat 330 Hijriyah”.[[39]]
Dengan
ditemukannya bukti fisik kitab yang membahas ulum al-Qur’an secara
spesifik karangan al-Hufy maka ulum al-Qur’an sebagai disiplin ilmu
sudah ada sejak abad ke-5 Hijriyah.
5) Abad VI Hijriyah
Diantara tokoh ilmu al-Qur’an pada abad ke-5 Hijriyah ialah:
a)
Abd Qasim Abd al-Rahman yang dikenal al-Suhaili ( wafat 582 Hijriyah),
kitabnya bernama Muhammat al-Qur’an atau al-Ta’rif wa I’lam ubhima fi
al-Qur’an min asma’ wa al-‘alam.
b)
Ibnu Jauzy ( wafat 597 Hijriyah), kitabnya bernama Funun al-Afnan fi
‘Ajaib ‘ulum al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘Ulumin Tata’allaq bi
al-Qur’an.[40]
6) Periode abad VII dan VIII Hijriyah
Diantara tokoh ilmu al-Qur’an pada abad ke- 6 dan 7 Hijriyah antara lain:
a)
Alamuddin al-Syakhawy ( wafat 643 Hijriyah) , kitab bernama Hidayat
al-Murtab fi al-Mutasyabih mengenai qira’at, dan kitab Jamal al-Qur’an
wa kamal al-Iqra tentang qira’at, tajwid, waqaf, Ibtida’, nasikh dan
mansukh.
b) Al-‘Iz ibnu Abdu al-Salam (wafat 660 Hijriyah) dengan kitab bernama Majaz al-Qur’an.
c) Ibnu Qayyim ( wafat 751 Hijriyah ) dengan kitab bernama Aqsam al-Qur’an.[[41]]
d) Badrudin al-Zarkasyi ( wafat 794 Hijriyah) , mengarang kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.[[42]]
e)
Abu Hasan al Mawardi yang menyusun Ilmu Antsâl al-Qur’an, suatu ilmu
yang membahas perumpamaan-perumapamaan yang terdapat dalam al-Qur’an.
f)
Ibnu Abi al-Isba’ yang menyusun Ilmu Badi’i al-Qur’an, suatu ilmu yang
membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan ) dalam
al-Qur’an.
g)
Najmudin al-Thufi ( wafat 716), yang menyusun ilmu Hujaj al-Qur’an atau
ilmu jadal al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas bukti-bukti atau
argumentasi-argumentasi yang dipakai al-Qur’an untuk menetapkan sesuatu.
h) Taqiyuddin Ahmad binTaimiyah al-Harani (wafat 728 H) yang menyusun kitab Ushul al-Tafsir.[[43]]
Pada
abad ke tujuh dan delapan mulai tumbuh ilmu Bada’I al-Qur’an, Ilmu
Hujaj al-Qur’an yang kemudian hari dikenal Jadal al-Qur’an. Tokoh ulama
yang menyusun kitab ulum al-Qur’an ini pada umumnya sudah melakukan
penelitian satu persatu juz al-Qur’an.
7) Periode abad IX dan X Hijriyah
Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah ini telah lahir beberapa kitab ulum al-Qur’an, antara lain sebagai berikut:
a) Jalaludin al-Bulqiyany, wafat 824 Hijriyah yang mengarang kitab Mawaqi’ al-‘Ulum min mawaqi’i al-Nuzum.[[44]]
b)
Muhammad ibnu Sulaiman al-Kafiyajy, wafat 873 Hijriyah, mengarang
kitab al-Taisir fi Qawaid al-Tafsir. Dalam kitab ini dijelaskan tentang
syarat-syarat menafsirkan al-Qura’an dengan ra’yu.
c)
Jalaludin al-Suyuthy, wafat 911 Hijriyah, mengarang kitab al-Tahbir fi
‘ulum al-Tafsir[45] dan kitab terkenal al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Dalam kitab ini terdapat 80 judul bahasan dari ulum al-Qur’an secara
sistematis dan padat isinya.[[46]]
c. Abad ke-13 dan 14 Hijriyah dan masa kini
Pada
abad XIV Hijriyah, bangkit kembali ulama dalam penyusunan kitab-kitab
yang membahas al-Quran dari berbagai segi. Kebangkitan ini diantaranya
dipicu oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama
ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang
menjadikan tafsir dan hadits sebagai salah satu jurusannya. Pada abad
ini juga sudah mulai banyak kitab-kitab yang meragukan al-Quran yang
dilontarkan para orientalis dan orang Islam sendiri yang telah
terpengaruhi pemikiran orientalis, serta telah dilakukan
kegiatan-kegiatan penerjemahan al-Quran kepada bahasa-bahasa azam (
selain bahasa arab).[[47]]
Di antara ulama yang berjasa di abad ke-13 dan 14 Hijriyah dalam perkembangan ulum al-Qur’an antara lain sebagai berikut:[[48]]
1) Al-Syeikh Thahir al-Jazairy, kitabnya bernama al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’an.
2) Jamaludin al-Qasimy, wafat 1332 Hijriyah, menulis kitab Mahasin al-Takwil.
3) Muhammad Abd Al-Azhim al-Zarqany, kitabnya bernama Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân.
4) Muhammad Ali Salamah, kitabnya bernama Manhaj al-Furqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân.
5) Al-Syeikh Thanthawy al-Jauhary, kitabnya bernama al-Qur’ân wa al-‘Ulûm al-Ashriyyah.
6) Mushtafa Shadiq al-Rafi’i, kitabnya bernama I’jaz al-Qur’ân.
7) Sayyid Quthub, kitabnya bernama Al-Tashwir al-Faniy fî al-Qur’ân.
8) Muhammad al-Gozaly, kitabnya bernama Nazharat fî al-Qur’ân.
9)
Muhammad Musthofa al-Maraghy, kitabnya bernama Al-Masalat Tarjamat
al-Qur’an sebuah risalah yang menerangkan kebolehan menerjemahkan
al-Quran, dan ia juga menulis kitab Tafsir al-Marâghi.
10) Dr. Shubhi al-Shalih, menulis kitab Mabˆahis fî ‘Ulûm al-Qurân.[49]Kemudian diikuti Ahmad Muhammad Jamal yang menulis sekitar Mâ’idah.
11) Muhammad Rasyid Ridha, kitabnya bernama Tafsir al-Qur’an al-Hakim yang terkenal dengan tafsir Al-Manar.
12)
Syeikh Muhammad Abdullah Darraz yang menyusun kitab al-Naba’ al-‘Azhim
‘an al-Quran al-Karim : Nazharat Jadîdah fî al-Qurân.
13) Syeikh Mahmud Abu Daqiq yang menyusun kitab ‘Ulûm al-Qurân.
14) Malik bin Nabi yang menyusun kitab Az-Zhahirah al-Quraniyah yang berbicara mengenai wahyu.
Demikianlah
beberapa kitab yang membahas ulum al-Qur’an baik secara langsung nama
kitab bernama ‘Ulum al-Qur’an atau secara tidak langsung yang merupakan
salah satu cabang dari ‘ulum al-Qur’an. Dengan beberapa pokok bahasan
kitab-kitab ulum al-Qur’an dari masa ke masa, maka perbendaharaan
pembahasan tentang disiplin ilmu al-Qur’an semakin luas dan kompleks.
Hal ini tentunya memberikan jalan kepada siapa saja yang memiliki
kemampuan dalam bidang al-Qur’an baik secara mandiri ataupun kolektif
untuk selalu menggali ilmu-ilmu al-Qur’an.
Perkembangan
dari waktu ke waktu tentunya akan semakin kompleks karena kehidupan
manusia semakin global. Bukan tidak mungkin serangan demi serangan untuk
melemahkan al-Qur’an akan selalu datang. Seperti yang ada sekarang ini,
Al-Qur’an dapat diakses siapa saja di internet baik itu Al-Qur’an
digital, Al-Qur’an in word dan sebagainya, jika tidak dilengkapi ilmu
dan kontrol dari lembaga tertentu mengenai ulum al-Qur’annya, maka
penyelewengan Al-Qur’an oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab
sangat terbuka lebar.
5. Aplikasi ‘Ulum al-Qur’an dalam pendidikan di sekolah
Baca Juga Makalah PAI Lengkap By Akhmad Khaerudin
Ulum
al-Qur’an ini apabila diaplikasikan dalam pendidikan akan sangat
bermanfaat, bila ditinjau dengan pendekatan manajemen pendidikan Islam.
Bagaimana generasi muslim ini akan memiliki kemampuan menguasai ulum
al-Qur’an, jika dasar utamanya saja menguasai baca tulis Al-Qur’an di
sekolah masih mengalami hal yang krusial, di mana tingkat kemampuan anak
untuk membaca dan menulis sangat beragam. Di sekolah umum seperti SD,
SMP, SMP, SMA/SMK, yang notabene pendidikan agama Islam hanya berkisar 2
sampai 3 jam pelajaran perminggu bahkan materi Al-Qur’an hanya
disampaikan dalam rata-rata 1 kompetensi dasar setiap semester , ini
berarti hanya 12 kompetensi dasar materi al-Qur’an di SD, 6 kompetensi
dasar di SMP yang harus dikuasai peserta didik di sekolah umum.[[50]]
Materi
al-Qur’an merupakan salah satu aspek muatan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik yang
beragama Islam dalam kegiatan pembelajaran intrakurikuler di sekolah.
Baca
tulis al-Qur’an sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari
tagihan kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
sekolah diarahkan untuk menyiapkan peserta didik supaya mengenal,
memahami, menghayati dan mengamalkan kandungan al-Qur’an. Al-Qur’an bagi
umat Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang
muslim. Oleh karena itu hendaknya peserta didik sedini mungkin sudah
mulai diajarkan menulis dan membaca al-Qur’an sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu tajwid dan mahkrajnya serta diharapkan dapat
memahami, kemudian mengamalkan isi ajarannya dalam setiap aktivitas
keseharian.
Namun
sangat disayangkan, betapa ironisnya sebagian umat Islam tidak
memiliki perhatian terhadap pelajaran Baca Tulis al-Qur’an sejak usia
dini, sehingga banyak anak-anak Islam, remaja dan pemuda bahkan orang
tua yang belum mampu Baca Tulis al-Qur’an.
Padahal
agama Islam mengajarkan bahwa membaca al-Qur’an merupakan salah satu
ibadah. Baik dan benarnya bacaan al-Qur’an merupakan salah satu syarat
kesempurnaan ibadah, sehingga Islam menekankan keutamaan membaca
al-Qur’an.
Rasulullah SAW bersabda:
Diriwayatkan
dari ‘Utsman bn ‘Affan ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya kepada orang lain.” (HR. Al-Bukhori) (Imam Nawawi, 1999: 116)
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa
membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia memperoleh satu kebaikan,
dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak katakan alif lam mim
itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim
satu huruf” (HRTirmidzi).
Menurut
Husni Rahim melalui hasil penelitiannya yang dipublikasikan menyebutkan
bahwa terdapat 30% rata-rata peserta didik SMA/SMK belum dapat membaca
al-Qur’an dengan baik dan benar.[[51] ]Jika di SMA/SMK demikian, hal ini
tentu terkait erat dengan keadaan peserta didik di SMP yang juga masih
banyak yang belum dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.
Penyebabnya sangat beragam, antara lain:
1.
Kurangnya perhatian orang tua dan lingkungan keluarga terhadap
putra-putrinya dalam hal kemampuan baca tulis al-Qur’an.
2.
Terbatasnya jam tatap muka Pendidikan Agama Islam di sekolah
sebagaimana diatur dalam Permen nomor 22 tahun 2006, karena pelajaran
baca tulis al-Qur’an hanya menjadi salah satu dari lima aspek mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
3.
Proses pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an dalam kegiatan
intrakurikuler kurang berorientasi kepada peningkatan kemampuan membaca
dan menulis al-Qur’an, karena proses pembelajarannya cenderung teoritis oriented seharusnya diberikan dengan memperbanyak praktikum dan latihan-latihan menulis, serta membaca al-Qur’an.
4.
Masih rendahya motivasi dan minat peserta didik. Hal ini disebabkan
kurangnya peserta didik memahami maksud dan tujuan membaca dan menulis
al-Qur’an, bahkan pelajaran ini bagi mereka kurang menarik karena
dianggap tidak begitu penting.
5.
Masih banyak tenaga pendidik belum dapat menggunakan metode yang tepat
dan praktis dalam menyampaikan pelajaran baca tulis al-Qur’an .
6.
Perkembangan global dan kemajuan dalam bidang teknologi, informatika,
dan telematika yang ditandai dengan munculnya berbagai produk sain dan
teknologi serta derasnya arus budaya asing yang semakin menggeser minat
untuk belajar Baca Tulis al-Qur’an. Akhirnya kebiasaan Baca Tulis
al-Qur’an ini sudah mulai jarang terdengar di rumah-rumah keluarga
muslim, yang ada adalah suara-suara radio, TV, Tape recorder, karaoke,
dan lain-lain.
7.
Faktor lingkungan dan masyarakat juga sering menjadi kendala bagi
keberhasilan pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an. Sebagian orang
tua dan masyarakat masih memandang dan bangga jika putranya berhasil
dalam bidang matematika, bahasa inggris, olah raga dan lainnya ketimbang
berprestasi dalam bidang membaca dan menulis al-Qur’an.
Kondisi
tersebut menuntut semua pihak agar secara bersama-sama dapat memberikan
solusi, baik dari pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat,
dunia usaha, orang tua, tokoh masyarakat, maupun Guru Pendidikan Agama
Islam (GPAI). Bentuk solusi diarahkan untuk mengatasi keterbatasan jam
tatap muka yang hanya 2 jam perminggu, termasuk pembelajaran Baca Tulis
al-Qur’an di sekolah, oleh karena itu hendaknya:
1.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu banyak mempelajari metode yang
tepat dan praktis dalam memberikan pelajaran al-Qur’an disekolah.
2.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) perlu mengembangkan strategi yang
inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan
diadakannya program baca tulis al-Qur’an diluar jam tatap muka di kelas.
3.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) dituntut untuk mampu memetakan,
membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal membaca dan
menulis al-Qur’an, memantau perkembangannya dengan selalu mengadakan
penilaian secara kontinyu dan berkelanjutan.
4.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memperdayakan potensi yang ada
disekolah maupun lingkungan masyarakat seperti peserta didik yang sudah
mahir dijadikan tutor sebaya, guru mata pelajaran umum yang mampu
memberikan pelajaran baca tulis al-Qur’an , alumni dan tokoh masyarakat
lingkungan sekolah.
5.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu memberikan motivasi kepada
peserta didik betapa pentingnya pelajaran al-Qur’an dalam rangka
memahami pendidikan agama Islam dalam rangka membentuk akhlakul karimah.
6.
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) mampu membangun kerjasama dengan
orang tua/wali peserta didik untuk mengarahkan putra/putrinya agar tidak
banyak menonton tayangan televisi dan internet yang dapat mengganggu
pelajaran sekolah.
7.
Kepala Sekolah selalu memberikan dorongan moril maupun materil kepada
pendidik di sekolahnya terutama kepada Guru Pendidikan Agama Islam
(GPAI) dalam upaya menciptakan suasana lingkungan sekolah yang religius
dan berakhlak mulia.
8.
Orang tua/wali peserta didik dapat memasukkan putra/putrinya ke Taman
Pendidikan al-Qur’an (TPA) atau madrasah diniyah atau pengajian
al-Qur’an yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat yang ada
dilingkungannya.
9.
Pemerintah hendaknya memberikan dukungan/support berupa kebijakan yang
mewajibkan peserta didik menguasai kompetensi baca tulis al-Qur’an
sebagai prasyarat penerimaan peserta didik baru pada setiap jenjang
satuan pendidikan dalam bentuk sertifikasi.
C. Penutup
Demikianlah
sekelumit makalah pangantar ulum al-Qur’an dan perkembangannya. Makalah
ini sudah diperbaiki mengikuti saran-saran dosen pengampu Prof. Dr. H.
Nurwadjah Ahmad EQ, MA dan memperbaiki saran-saran dalam kelas setelah
didiskusikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qaththan, Manna’ , Mabâhis fî ulûm al-Qur’ân, Riyad, cet-3, Tahun, 1973
Anwar, Rosihan, Ulum al-Quran, Bandung, Pustaka Setia, 2008, Cet.1.
Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, Jakarta, Bulan Bintang, Tahun 1994..
Ash-Shidiqie, Hasby, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, Tahun 2010, Cet-3,
As-Suyuthi, Jalaludin, Al-Itqân fî ulûm al-Qur’ân, Libanon, Darl Fikr,..
Azyumardi Azra (editor), Sejarah dan Ulum al-Quran, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008
Chairani Idris dan Tasyrifin Karim, Buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak/Taman Pendidikan Al-Qur’an, DPP BKPRMI Masjid Istiqlal Kamar 13, Jakarta, 1996
Depertemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya
Hatta Syamsuddin, Lc, Modul Ulum al-Qur’an, Surakarta, Pesantren Ar Royan, 2008
Ibrahim, Abu Fadhil Muhammad, Al Burhân fî Ulûm al-Qur’ân, Kairo, Daru at Turas, 1957 ,Jilid 1.
Kurikulum PAI di SD, SMP tahun 2004 yang lebih dikenal KTSP 2004
Muhammad bin Abu Syahbah, Al-Madkhal li dirâsat al-Qur’an al-Karîm, Maktabah al-Sunnah, Kairo, 1992.
Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manâhil al-‘Irfân, Dârl Fikr, Beirut,t.t. Jilid I
Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Bandung, Mizan, 2004.
Team Kemenag RI, Buku Panduan BTQ SD, SMP, SMA/SMK, Jakarta, 2010
Baca Juga Makalah PAI Lengkap By Akhmad Khaerudin
0 komentar on ILMU PENGANTAR ULUMUL QUR'AN DAN KONSEP RUANG LINGKUPNYA :
Silahkan berkomentar yang baik dan Jangan Spam !